Ring Back Tone mula-mula diperkenalkan oleh pihak Korea. Tapi di Indonesia mulai dipergunakan sekitar tahun 2005. Ketika itu belum berbau bisnis. Artinya siapa saja yang lagunya mau dimasukin RBT ya boleh-boleh aja. Tidak ada pembayaran antar ke dua belah pihak.
Tahun 2006, media ini baru dipergunakan sebagai media bisnis. Pengguna awalnya adalah apa yang dikenal dengan kelompok 3 ( dalam dunia perlabelan) pada tahun itu, mereka adalah Sony, Musica dan Warner.
Sayangnya kita gak punya catatan, lagu apa, karangan siapa, artisnya siapa yag pertama kali di RBT, baik yang awal (tanpa bayar membayar) dan yang dibisniskan.
Tapi menurut data terdekat, Samson adalah artis Indonesia pertama yang lagunya di download satu juta orang. Dan sampai hari ini (Maret 2009), Hijau Daun adalah artis dengan lagu terbanyak di download orang. 3 juta copy. Artinya: Kalau satu kali download harganya 9 ribu. Maka Rp 9.000 X 3 juta = 27 milyar.
Angka itu nampaknya bakal terus berkembang jauh melesat.
Waktu awalnya, pemasukan RT-RBT (awalnya terlebih dahulu adalah RT, baru ke RBT, lantas berkembang menjadi Full-Track Download) lbh ditujukan sebagai pemasukan "tambahan" bagi komposer/pencipta lagu.
Pihak label "belum memperhitungkannya" sebagai sebuah profit-centre yang "menarik".
Ketika gejala menunjukkan penjualan fisik (maksudnya CD atawa, apalagi, kaset) makin turun krn makin digoyang pembajakan, maka mulailah pihak label juga ikut "berperan" soal penyediaan RT-RBT ini.
Dari awalnya ikut berperan, belakangan malah lantas satu demi satu label mendirikan perusahan penyedia jasa digital-contents tersebut.
Ya namanya digital-contents (yang mencakup hal-hal yang di atas itu dari RT-RBT-Full Track Download).
Nah dari yang gw ketahui, awalnya juga "peran" label atas incomings dari digital-contents tersebut hanyalah sebatas "potongan seolah management-fee" gitulah, sebesar paling2 antara 20-30% saja.
Sekarang, posisinya sudah terbalik, karena pihak labellah yang "meraup" keuntungan lebih besar. Posisinya menjadi bahkan 70:30 bahkan ada yang 80:20. Prosentase yg terbesar utk label, yang kecil ya untuk sang komposer.
Share lantas juga ada "perkembangan". Jadi dari awalnya, penuh dimiliki si pencipta lagu, kini selain berbagi dengan pihak label. Juga berbagi dengan penyanyi (bila ada penyanyinya), juga dengan aranjernya (bila memang memakai jasa aranjer). Jadi, "potongan kue" pencipta lagu makin mengecil dan terus mengecil. Belum lagi kalau menyangkut band, karena "regulasinya", surat pernyataan sebagai pemilik sah lagu tersebut juga harus ditandatangani oleh seluruh personel grup band. Artinya, mereka semua lantas mendapat "jatah atau hak share" pula atas penerimaan dari penjualan digital-contents tersebut.
Nilai share yang berlaku "lebih banyak" saat ini adalah :
100% dibagi 50%-50% antara pihak provider (telkomsel-excel-satelindo
Ketika gejala menunjukkan penjualan fisik (maksudnya CD atawa, apalagi, kaset) makin turun krn makin digoyang pembajakan, maka mulailah pihak label juga ikut "berperan" soal penyediaan RT-RBT ini.
Dari awalnya ikut berperan, belakangan malah lantas satu demi satu label mendirikan perusahan penyedia jasa digital-contents tersebut.
Ya namanya digital-contents (yang mencakup hal-hal yang di atas itu dari RT-RBT-Full Track Download).
Nah dari yang gw ketahui, awalnya juga "peran" label atas incomings dari digital-contents tersebut hanyalah sebatas "potongan seolah management-fee" gitulah, sebesar paling2 antara 20-30% saja.
Sekarang, posisinya sudah terbalik, karena pihak labellah yang "meraup" keuntungan lebih besar. Posisinya menjadi bahkan 70:30 bahkan ada yang 80:20. Prosentase yg terbesar utk label, yang kecil ya untuk sang komposer.
Share lantas juga ada "perkembangan". Jadi dari awalnya, penuh dimiliki si pencipta lagu, kini selain berbagi dengan pihak label. Juga berbagi dengan penyanyi (bila ada penyanyinya), juga dengan aranjernya (bila memang memakai jasa aranjer). Jadi, "potongan kue" pencipta lagu makin mengecil dan terus mengecil. Belum lagi kalau menyangkut band, karena "regulasinya", surat pernyataan sebagai pemilik sah lagu tersebut juga harus ditandatangani oleh seluruh personel grup band. Artinya, mereka semua lantas mendapat "jatah atau hak share" pula atas penerimaan dari penjualan digital-contents tersebut.
Nilai share yang berlaku "lebih banyak" saat ini adalah :
100% dibagi 50%-50% antara pihak provider (telkomsel-excel-satelindo
Dari hasil share yang didapat itu, secara nilai rupiah sekitar 1.400,00 - 1.800,00 per download (dgn rate per-download perlagu adalah sekitar 7.000 - 8.000). Lalu seberapa nilai untk pihak label? Kalau melihat dari sodoran share di atas, label mendapatkan nyaris 1.000/download. Sisanya jadi ada kisaran antara kira2 ya 300-500 yang dibagi antara pencipta, penyanyi, aranjer, band (sangat sedikit yang mendapatkan 500, jadi di bawah 500)
Silahkan hitung sendiri, bila saja benar2 Hijau Daun atawa Vagetoz itu mendapatkan 4 juta download.... Dan tentu saja, silahkan hitung juga pemasukan label dari profit centre bernama digital-contents ini.
Kesimpulannya, memang digital-contents ternyata jelas, "cukup menyelamatkan" industri musik ini dari keterpurukan yang makin dalam.
Potensinya kan, jelas milyard!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar